“ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI DESA SUNGAI MENGKUANG KECAMATAN RIMBO TENGAH KABUPATEN BUNGO ”.


BAB I
PENDAHULUAN


1.1.        Latar Belakang
Dalam melaksanakan reformasi dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, salah satu hal mendasar yang harus dilakukan pada saat ini adalah keseluruhan misi reformasi diarahkan pada upaya untuk memberdayakan masyarakat, baik sebagai pemilik kedaulatan negara maupun sebagai subyek dan obyek reformasi politik itu sendiri. Masyarakat harus diyakinkan bahwa mereka mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam pembangunan bangsa. Dalam pengertian bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelayan masyarakat semakin membuka diri dalam menanggapi aspirasi-aspirasi, tuntutan dan harapan yang berkembang dalam masyarakat. Di samping itu masyarakat juga harus diberi keleluasan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam kehidupan pemerintahan dan kenegaraan, hal mana merupakan intisari dari demokrasi yang menjunjung tinggi kedudukan rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
Perwujudan dari partisipasi masyarakat dalam kehidupan pemerintahan dan kenegaraan adalah dengan memberi peluang bagi masyarakat untuk menyalurkan aspiransinya kepada pemerintah sesuai dengan semangat demokrasi adalah dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan landasan pemikiran antara lain untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah.
Desa sebagai salah satu bentuk kesatuan masyarakat bukan hanya dipandang sebagai suatu unit pemerintahan dalam sistem pemerintahan Indonesia tetapi lebih daripada itu desa merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang telah ada jauh sebelum terbentuknya Negara Indonesia, terlepas dari bentuk dan penyebutannya sehingga dalam   pelaksanaan semangat reformasi dan penegakan prinsip-prinsip demokrasi dalam sistem pemerintahan di daerah menyangkut pula dengan pemerintahan desa.
Berlakunya Undang-Undang 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 ini, merupakan kesempatan bagi daerah kabupaten/kota untuk mengatur sendiri pembentukan, kedudukan, kewenangan serta tugas pokok dan fungsi Desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah dan kemampuan daerah sehingga dapat berbeda antara daerah kabupaten/kota yang satu dengan yang lainnya. Daerah lebih leluasa dalam menentukan dan memberikan kewenangan kepada Desa dalam rangka memenuhi tuntutan, keinginan dan kebutuhan masyarakat, terlebih lagi penyelenggaraan pemerintahan di Desa banyak berkaitan langsung dengan pemberian pelayanan publik. Kualitas pelayanan di Desa diharapkan akan menjadi lebih baik dibandingkan pada saat pengaturan yang sentralistik. Sehingga diharapkan mampu selalu dapat beradaptasi dengan kemajuan yang begitu cepat dan tidak dapat diprediksi dalam memberikan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Kemajuan yang begitu cepat dalam masyarakat dan hubungan antara masyarakat dan pemerintah yang bersifat dinamis (Sadu Wasistiono, 2002 : 27), serta keberadaan birokrasi pemerintah tersebut, menuntut aparat pemerintah yang bertugas pada level mikro (dimana pelayanan secara langsung oleh aparat terhadap masyarakat berlangsung) atau mereka menempatkan diri pada garis paling depan untuk secara jernih, peka dan responsif membaca denyut nadi publik yang wajib dilahhhderyani (Tamim, 2004 : 74). Aparatur harus senantiasa berusaha baik secara mandiri, maupun secara organisasi berusaha meningkatkan keprofesionalan terkait dengan tugas dan fungsi serta tanggung jawab yang ada. Oleh karena itu pada level inilah, baik dan tidaknya citra pemerintah dimata masyarakat dipertaruhkan.
Pelayanan yang positif dan berkualitas, secara empirik pada satu sisi akan menciptakan kepuasan, kebahagian dan kesejahteraan masyarakat, yang pada gilirannya akan dapat mewujudkan tujuan pembangunan masyarakat. Pada sisi lain, merupakan ukuran tingkat kinerja birokrasi pemerintahan. Oleh Supriatna (2000 : 139) mengemukakan bahwa : “Isu peningkatan mutu pelayanan publik merupakan isu hangat dalam era pembangunan dewasa ini”. Pelayanan umum merupakan isu sentral yang menentukan keberhasilan setiap lembaga pemberi pelayananan, hal ini sebagaimana dikemukan oleh Thoha (1998 : 114) : ”Pelayanan publik menjadi salah satu indikator penilaian kualitas administrasi pemerintahan dalam melakukan tugas dan fungsinya. Baik tidaknya administrasi publik atau pemerintah itu dilihat seberapa jauh pelayanan publiknya itu sesuai dengan tuntutan, kebutuhan dan harapan masyarakat”.
         Demikian halnya Desa Sungai Mengkuang, sebagai organisasi terdepan dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan umum yang menjadi urusan rumah tangga daerah. Urusan pemeritah desa yang menjadi kewenangan yang harus dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 206 yaitu :
1.            Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa.
2.            Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi dan atau pemerintah kabupaten/kota.
3.            Urusan Pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.
Pemberian urusan/kewenangan tersebut tentunya dimaksudkan sebagai upaya menghadirkan pemerintahan ditengah masyarakat yang memerlukan perluasan jangkauan pelayanan atau dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan kata lain kebijakan ini membawa konsekwensi menjadikan organisasi Desa sebagai unit pemerintahan otonom terdepan yang menyelenggarakan pelayanan publik. Secara ideal dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
Realitas faktual  yang berbeda dapat kita lihat, dalam praktek penyelenggaran pelayanan di Desa yaitu : masyarakat kurang puas dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh Kantor Desa, kesenjangan terjadi dari segi waktu maupun tuntutan-tuntutan komplain lainnya yang diajukan oleh pemohon untuk Pemerintah Desa. Misalnya Pelayanan Kartu Penduduk (KTP) yang dirasakan sangat memakan waktu yang lama, pelayanan akta jual beli tanah yang dirasakan sangat berbelit-belit dan biayanya sangat mahal. Menurut Hardijanto (2002 : 89) bahwa :
Perlu diakui kinerja birokrasi pemerintahan Indonesia memang belum optimal. Hal ini antara lain disebabkan oleh ukuran birokrasi relatif besar, susunan organisasi pemerintahan yang belum sepenuhnya mengacu kepada kebutuhan, pembagian tugas antar instansi/unit yang kurang jelas, aparat yang kurang professional, prosedur standar yang belum tersedia secara baku serta system pengawasan yang masih belum efektif.

Dalam pemberian pelayanan, organisasi pelayanan publik belum mampu memberikan pelayanan yang cepat, berkualitas tinggi, serta merata kepada warga Negara yang   menerima pelayanan tersebut (Efendi, 1985 : 147). Rasyid (1997 : 136), menyatakan bahwa : ”birokrasi gagal dalam meningkatkan pelayanan publik, ini tercermin dari buruknya kualitas pelayanan publik di bidang perizinan usaha, sertifikat tanah, IMB, lingkungan hidup, angkutan kota, rumah sakit, jalan raya, air minum, listrik, pemadam kebakaran, pasar dan sebagainya”. Apabila masyarakat memerlukan sesuatu yang dipersiapkan oleh instansi terkait harus berhadapan dengan birokrasi yang berbelit-belit dan pelayanan yang tidak pasti waktunya (A.Ritonga, 1999 : 36). Hal yang sama dikemukakan Abidin (2002 : 13) menyatakan bahwa : “Birokrasi pemerintahan bersifat kaku, berbelit-belit dan cenderung tidak melayani rakyat, tetapi minta dilayani”, sedangkan menurut Kaloh (2002 : 111) menyatakan bahwa : ”Dalam aspek pelayanan masyarakat sehari-hari terkesan bahwa hampir setiap warga masyarakat yang datang berurusan dengan birokrasi akan bertemu dengan pegawai yang berseragam kurang ramah, kurang informatif, lambat dalam pemberian pelayanan, mata duitan dan kurang professional”.
Gambaran mengenai fenomena di atas, memperlihatkan adanya suatu kondisi Desa yang belum dapat diperankan dengan optimal sebagai sebuah organisasi modern yang semestinya memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik di daerah dan dapat secara efektiv berperan sebagai  organisasi terdepan, karena adanya respons resistensi.
Tujuan pemberian otonomi daerah dan keberadaan daerah adalah untuk mensejahterakan masyarakat melalui pemberdayaan dan penyediaan pelayanan publik secara efektif, efisien, ekonomis dan demokratis (Suwandi, 2002:4).  Oleh karena itu, pemberian kewenangan pemerintahan secara penuh kepada daerah kabupaten/kota dimaksudkan karena daerah itu lebih dekat kepada masyarakat sebagai pihak yang dilayani dan diberdayakan. Asumsinya semakin dekat jarak antara pelayan dan yang dilayani maka pelayanan akan sesuai dengan harapan masyarakat. Apabila pelayanan sesuai dengan harapan masyarakat maka diharapkan kualitas pelayanan akan menjadi lebih baik. Dengan demikian pembentukan suatu Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Bertolak dari kerangka pemikiran tersebut diatas,  menarik untuk dicermati keberadaan Pemerintah Desa dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai organisasi terdepan dalam memberikan pelayanan, dimana  desa itu lebih dekat kepada masyarakat sebagai pihak yang dilayani dan diberdayakan. Asumsinya semakin dekat jarak antara pelayan dan yang dilayani maka pelayanan akan sesuai dengan harapan masyarakat. Atas dasar fenomena tersebut mendorong penulis untuk mengadakan penelitian, penulis khusus meneliti dan mengkaji tentang “ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI DESA SUNGAI MENGKUANG KECAMATAN RIMBO TENGAH KABUPATEN BUNGO ”.

1.2.        Permasalahan Penelitian
1.2.1.   Identifikasi Masalah
Berdasarkan fenomena tersebut diatas, diperoleh informasi bahwa permasalahan yang timbul terkait dengan pelayanan adalah sebagai berikut :
1.            Rendahnya kualitas pelayanan yang dilakukan aparat pemerintah dan masih banyaknya masyarakat yang membutuhkan pelayanan di desa, akan tetapi tidak mendapat pelayanan.
2.            Pelayanan yang diberikan prosedurnya berbelit-belit akibat birokrasi yang kaku, tarif layanan yang tidak jelas, waktu penyelesaian suatu urusan yang lama dan perilaku oknum aparat yang memberikan pelayanan kepada masyarakat kadangkala kurang bersahabat, arogan, kurang ramah, kurang informatif bahkan tidak professional dalam melaksanakan tugasnya.
3.            Masih rendahnya kinerja yakni dilihat masih adanya perbedaan hasil kerja yang dicapai dengan target yang ditetapkan.
4.            Kondisi lingkungan kerja yang kurang kondusif, menyebabkan komunikasi antar personil baik intern organisasi maupun ekstern organisasi belum optimal.
5.            Sarana dan prasarana kerja yang kurang mendukung tugas pelayanan.
6.            Kepemimpinan yang kurang mendukung pelaksanaan tugas aparat kecamatan di dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pelayanan.
7.            Tidak efektifnya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
8.            Penempatan pegawai pada jabatan dan tugas belum mencerminkan latar belakang pendidikan.
9.            Kurang kondusifnya kondisi dan lingkungan kerja.
10.         Kurangnya komunikasi antar personil baik intern organisasi maupun ekstern organisasi.
11.         Kurangnya sarana dan prasarana kerja yang mendukung pelaksanaan tugas pelayanan kepada masyarakat.
12.         Rendahnya motivasi aparat, hal ini nampak tidak adanya semangat kerja
13.         Rendahnya kemampuan pegawai baik secara  tehnis dan operasional dalam melaksanakan tugas.

1.2.2.   Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian dalam identifikasi masalah yang diajukan, dibatasi pada Analisis Kualitas Pelayanan Publik di Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo.
1.2.3.   Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka pokok masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.            Bagaimana kualitas pelayanan publik di Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo?.
2.            Faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik di Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo?.
1.3.        Tujuan dan Kegunaan
1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembatasan masalah dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1.            Untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan publik di Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo.
2.            Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik di Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo.
1.3.2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini ada pada dua aspek :
1.            Aspek teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan konsep ilmu, khususnya di bidang kualitas pelayanan oleh organisasi publik yang dilakukan melalui pemahaman teoritis.
2.            Aspek Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah Kabupaten Bungo, Kecamatan Rimbo Tengah khususnya pemerintah Desa Sungai Mengkuang, berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik.

















BAB II
PENDEKATAN MASALAH

2.1.        Landasan Teori
2.1.1.     Konsep Kualitas Pelayanan Publik
2.1.1.1.   Pelayanan Publik (Public Service).
Menurut Pamudji (1994 : 21) mengemukakan “pelayanan publik adalah berbagai kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-barang dan jasa-jasa”. Hal yang sama dikemukakan Widodo (2001 : 269) bahwa :”Pelayanan publik sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan  pada  organisasi  itu  sesuai  dengan  aturan  pokok dan tata cara yang ditetapkan”.
Boediono (2003 : 12) menyatakan bahwa : “pelayanan pelanggan adalah upaya atau proses yang secara sadar dan terencana dilakukan organisasi atau badan usaha agar produk/jasanya menang dalam persaingan melalui pemberian/penyajian pelayanan kepada pelanggan sehingga tercapai kepuasaan optimal bagi pelanggan”. Sedangkan Djaenuri (1999 : 15) mendefinisikan tentang pelayanan masyarakat adalah “ Suatu kegiatan yang merupakan perwujudan dari tugas umum pemerintahan mengenai bidang tugas pokok suatu instansi untuk dapat melayani kebutuhan masyarakat secara maksimal”. Sedangkan Ndraha (1996 : 64) mengemukakan bahwa :
“Pelayanan pemerintah kepada  masyarakat adalah terkait dengan suatu hak dan lepas dari persoalan apakah pemegang hak itu dibebani suatu kewajiban  atau tidak. Dalam hal ini  dikenal adalah hak bawaan (sebagai  manusia) dan hak berian. Hak bawaan itu selalu bersifat individual dan pribadi, sedangkan hak berian meliputi hak sosial politik dan hak individual. Lembaga yang berkewajiban memenuhi hak tersebut adalah pemerintah. Kegiatan pemerintah untuk memenuhi hak bawaan dan hak berian itulah yang disebut pelayanan pemerintah  kepada masyarakat termasuk pribadi-pribadi pemilik hak bawaan”.

Dalam konteks hubungan pemerintah dengan masyarakat, menurut  Saefullah (1999 : 5), pelayanan publik (public service)  adalah pelayanan yang diberikan  kepada masyarakat  umum yang menjadi warga negara atau secara sah menjadi penduduk negara yang bersangkutan.  Karenanya birokrasi publik (pemerintah) berkewajiban untuk memberikan layanan publik yang baik dan profesional..
Dalam perkembangan konsep pelayanan, seiring dengan reformasi di sektor publik/pemerintahan yang mulai mengadopsi pendekatan-pendekatan pelayanan yang dilakukan  di sektor privat/bisnis dalam rangka kompetisi untuk memberikan yang terbaik kepada masyarakat, masyarakat mulai ditempatkan  bukan hanya sebagai penerima  pelayanan mengikuti kemauan yang memberi pelayanan, tetapi masyarakat ditempatkan sebagai pelanggan atau konsumer, yang menjadi penentu kualitas pelayanan yang diberikan.
Dalam hubungan dengan hal tersebut, maka diskusi tentang pelayanan kepada masyarakat akan melibatkan 4 (empat) unsur yang terkait, yaitu : Pertama, adalah pihak pemerintah atau birokrasi yang melayani; Kedua, adalah pihak masyarakat yang dilayani; Ketiga, terjalin  hubungan antara yang melayani dan yang dilayani, hubungan ini sangat menentukan tingkatan tingkatan pelayanan pemerintah dan pemanfaatan pelayanan tersebut oleh masyarakat; Keempat, adanya pengaruh lingkungan di luar birokrasi dan masyarakat, seperti : politik, social budaya, ekonomi dan sebagainya.
Berdasarkan berbagai batasan konsep tersebut di atas, menunjukkan bahwa pelayanan publik berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara baik dan berkualitas sebagai konsekuensi dari tugas dan fungsi pelayanan yang diembannya, berdasarkan hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan dan pembangunan.

2.1.1.2.  Kualitas Pelayanan Publik
Menurut Geotsh dan Davis (dalam Tjiptono, 1996 : 51) mengemukakan bahwa : “kualitas adalah merupakan suatu kondisi dinamik yang berhubungan dengan produk jasa manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Towns dan Gebhardt (dalam Edvardsson,dkk, 1988 :45), “berbicara mengenai kualitas dalam kenyataan dan kualitas dalam persepsinya. Kualitas dalam kenyataannya berarti disesuaikan spesifikasi. Kualitas dalam persepsi berarti pelanggan berpikir bahwa mereka telah menerima kualitas yang diharapkan”. Sedangkan Gasperz (1997 : 21) mendefinisikan kualitas adalah :segala sesuatu yang mampu memeenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers)”.
Dalam pandangan Elhaitmmy (dalam Tjiptono, 1998 : 58), kualitas pelayanan adalah service excellence atau pelayanan yang unggul, yakni suatu sikap atau cara karyawan  dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Secara garis besar ada 4 (empat) unur  pokok dalam konsep pelayanan yang unggul, yaitu 1).Kecepatan; 2).Ketepatan; 3).Keramahan; 4).Kenyamanan. Keempat komponen ini merupakan satu kesatuan pelayanan yang terintegrasi, maksudnya pelayanan atau jasa menjadi tidak excellence bila ada komponen yang kurang. Untuk mencapai tingkat excellence, menurut Tjiptono (1998 : 58) :
“Seorang karyawan harus memiliki ketrampilan tertentu, dintaranya berpenampilan baik dan rapi, bersikap ramah, memperlihatkan gairah kerja dan sikap selalu siap untuk melayani, tenang dalam bekerja, tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai pekerjaannya baik tugas yang berkaitan pada bagian atau departemennya maupun bagian lainnya, mampu berkomunikasi dengan baik bisa memahami bahasa isyarat (gesture) pelanggan, dan memiliki kemampuan menangani keluhan pelanggan secara professional”.

Sedangkan Lukman (1998 : 14)  mengartikan “kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam pemberian layanan. Standar pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik”. 
Berdasarkan pengertian dasar tentang kualitas di atas, menunjukkan bahwa kualitas selalu berfokus pada pelanggan (masyarakat). Dengan demikian produk-produk, baik barang dan jasa, didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan  untuk memenuhi keinginan pelanggan. Karena kualitas mengacu kepada segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu produk  yang dihasilkan  baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan persepsi, keinginan dan tuntutan, dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pelanggan.
Oleh karena kualitas pelayanan ditentukan oleh tuntutan, keinginan, harapan atau kepuasan masyarakat, bukan pemerintah/birokrasi, maka organisasi pemerintah harus mengetahui dan memahami segala sikap dan perilaku, tuntutan, keinginan,kebutuhan, harapan atau tingkat kepuasan pelanggan. Strategi ini merupakan cara yang terbaik dalam menciptakan dan mewujudkan kualitas pelayanan. Upaya untuk mendengar  suara masyarakat atau pelanggan merupakan  hal yang penting yang harus dilakukan organisasi birokrasi. Menurut Osborne dan Gaebler (1992 : 177-179), terdapat banyak cara untuk mendengarkan suara pelanggan, yaitu : “Customer Surveys, Customer Follow-Up, Community Surveys, Customer Contact Reports, Customer Councils, Focus Groups, Customer Interviews, Electronic Mail, Customer Service Training, Test Marketing, Quality Quarantees, Inspectors, Ombusman, Complaint Tracking System, 800 Numbers, Suggestion Boxes Or Forms”.
Dalam mewujudkan kualitas pelayanan publik, menurut  Waworuntu (1997 : 3-4) yaitu :
Suatu pelayanan masyarakat yang bermutu menuntut adanya upaya dari seluruh pegawai, baik yang bertugas di front office, yaitu mereka  yang berhadapan langsung dengan masyarakat dalam menghasilkan pelayanan yang mencerminkan kualitas sikap maupun para pegawai di back office yang menghasilkan pelayanan di belakang layar yang tidak kelihatan oleh masyarakat.
Secara praktis-operasional, kulitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat adalah pelayanan yang semakin baik, semakin tepat waktu, semakin mudah diperoleh dan distribusinya semakin adil, pelayanan yang lebih cepat, wajar, hemat, murah, jujur, responsifm akomodatif, inovatif, produtif, memuaskan dan profesional (Thoha,1995 : 41; Pamungkas,1996 : 207; Rasyid,1997b : 100; Ndraha,1997c : 63) sesuai persepsi, tuntutan, kebutuhan, kepentingan, aspirasi, situasi dan kondisi masyarakat.
Demikian pentingnya kualitas dalam pelayanan publik ini pemerintah Indonesia sebenarnya telah menyadari akan pentingnya penerapan konsep kualitas dalam pelayanan kepada masyarakat. Keprimaan dalam pemberian layanan pada gilirannya akan mendapatkan pengakuan atas kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat/pelanggan (Pelayanan Prima
Dalam hubungan itu, untuk mewujudkan kualitas pelayanan, maka menurut Waworuntu (1997 : 44,75) diperlukan teknik atau keterampilan pelayanan masyarakat, yaitu :
“Berpakaian baik dan berpenampilan rapih, senyum, pantulkan kepercayaan dan kehangatan, melalui mata dan raut muka, bahagiakan masyarakat, sedapat mungkin sambutlah masyarakat dengan menyebut namanya, perhatikan dan dengarkan  dengan baik apa yang jendak dikatakan masyarakat, perhatikan bahasa butuh dan hindarilah tabiat yang membosankan serta kebiasaan buruk, perlakuan selalu masyarakat dengan hormat dan sopan, perlihatkan minat dan gairah terhadap pekerjaaan, bicara dengan jelas  dengan nada yang tidak keras dan tidak terburu-buru, gunakan bahasa yang baik, dengan kata-kata dan kalimat yang mengena, kesankanlah pasa masyarakat sebagai pegawai instansi yang terampil, menangani keluhan masyarakat dengan sikap profesional, tetaplah tenang, hindari penggunaan teguran kasar, jangan menyela pembicaraan dan menyombongkan diri dihadapan masyarakat, bila masyarakat memiliki keluhan harus diperhatikan, berilah pilihan  dalam menanggapi permintaan masyarakat, bila tidak dapat menjawab atau menangani masalah masyarakat carilah orang lain yang tepat yang dapat  menyelesaikan  atau memecahkan  masalah tersebut, bila tidak dapat melayani masyarakat dengan segera beritahukanlah, bila memerlukan keterangan lebih lanjut untuk menangani permintaan masyarakat ajukan pertanyaan, jangan berdebat dengan masyarakat, yakin bahwa masyarakat meninggalkan instansi dengan perasaan puas, kerjakan  segala sesuatu dengan memperhitungkan tindak lanjut”.
Namun pada dasarnya bahwa tingkat kemampuan bersaing  suatu lembaga akan ditentukan oleh kualitas pelayanan yang diberikan. Penilaian tentang kualitas pelayanan bukan berdasarkan pengakuan dari yang memberi pelayanan, tetapi diberikan oleh pelanggan atau yang menerima pelayanan.  Berkaitan dengan kualitas pelayanan ini, timbul pertanyaan bagaimanakah menilai atau mengukur kualitas pelayanan yang diberikan ?. Menurut Berry ,et.al (Lovelock,1992 : 225), sebagaimana dikutip Saefullah (1999: 9), mengemukakan bahwa :
“Sulit  untuk mengukur kualitas pelayanan, tidak ada suatu standar yang dapat dipakai ukuran umum tentang kualitas pelayanan. Mengukur kualitas pelayanan oleh banyak ahli lainnya dipandang lebih sulit daripada mengukur kualitas suatu produk. Hal ini disebabkan karena kualitas pelayanan tidak cukup hanya dengan evaluasi semata, karena ada tiga hal yang membedakan antara kualitas produk dengan kualitas pelayanan, dalam kaitannya dengan bagaimana dipergunakan dan dievaluasi. Pertama, pelayanan pada dasarnya bersifat tidak berwujud (intangible). Dalam hal ini kualitas pelayanan sulit untuk diukur sebelum pelanggan merasakannya. Kedua, pelayanan bersifat heterogeneous, dimana kinerjanya biasanya berbeda antara satu prosedur dan pelanggan dengan lainnya dan berbeda dari hari ke hari. Ketiga, produksi dan konsumsi dari berbagai pelayanan bersifat tidak dapat dipisah-pisahkan (inseparable). Dalam hal ini kualitas pelayanan seringkali terjadi pada sat pelayanan itu dijalankan dan sangat berbeda”.

Namun demikian kesulitan untuk mengukur kualitas pelayanan tersebut bukan merupakan justifikasi tentang tidak terukurnya kualitas pelayanan sutau organisasi kepada pelanggan/masyarakat. Dalam hal ini beberapa sarjana telah mengembangkan dimensi kualitas pelayanan sebagai suatu acuan dalam menilai kualitas pelayanan suatu organisasi.
Menurut  Kotler (dalam Supranto,1997 : 231) mengemukakan dimensi kualitas pelayanan, meliputi :
1.                Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
2.                Keresponsifan (Responsiveness), yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan.
3.                Keyakinan (Confidence), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan assurance.
4.                Empat (Emphaty), yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.
5.                Berwujud (Tangibles), yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil dan media komunikasi.

Senada pendapat tersebut diatas, Parasuraman (1990 : 26) mengemukakan 5 (lima)  langkah   penting  untuk  mengukur  kualitas  pelayanan yaitu :
1.            Reliability (Keandalan), yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
2.            Responsiveness (Daya tanggap), yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan.
3.            Assurance (Jaminan), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
4.            Emphaty (Empati), yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.
5.            Tangibles (Bukti Langsung), yaitu fasilitas fisik, peralatan, personil dan media komunikasi.

Demikian juga dengan  Ndraha (1997 : 63) mengemukakan bahwa :
“Jasa layanan atau layanan civil dipandang sebagai deviden yang wajib didistribusikan kepada rakyat oleh pemerintah dengan semakin baik, semakin tepat waktu, semakin mudah diperoleh, dan semakin adil. Tekanan pada aspek-aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan dan keadilan dalam layanan publik (civil) tersebut berkaitan dengan sifat monopoli dari layanan publik (civil) dimana masyarakat tidak memiliki pilihan untuk mengharapkan layanan yang sama pada institusi lain di luar pemerintahan”.

Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public accuntability, dimana setiap warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang mereka terima. Adalah sangat sulit untuk menilai kualitas suatu pelayanan tanpa mempertimbangkan peran masyarakat sebagai penerima pelayanan dan aparat pelaksana pelayanan itu. Evaluasi yang berasal dari pengguna pelayanan, merupakan elemen pertama dalam analisis kualitas pelayanan publik. Elemen kedua dalam analisis adalah kemudahan suatu pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses atau setelah pelayanan itu diberikan.
Adapun dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan berbeda. Apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang berkualitas saat ini tidak mustahil dianggap sebagai sesuatu yang tidak berkualitas pada saat yang lain. Maka kesepakatan terhadap kualitas sangat sulit untuk dicapai. Dalam hal ini yang dijadikan pertimbangan adalah kesulitan atau kemudahan konsumen dan produsen di dalam menilai kualitas pelayanan.

GAMBAR 2.1

MATRIK PENILAIAN PELAYANAN
Tingkat kesulitan produsen di dalam mengevalusi kualitas
Tingkat kesulitan pengguna di dalam mengevaluasi kualitas

Rendah

Tinggi

Rendah

Mutual Knowledge
Producer Knowledge

Tinggi

Consumer Knowledge
Mutual Ignorance
Sumber : Kieron Walsh, 1991 (dalam majalah Public Administration)

Sedangkan menurut Utomo (1987 : 132) menyatakan bahwa : Memang pada dasarnya ada 3 (tiga) ketentuan pokok dalam melihat tinggi rendahnya suatu kualitas pelayanan publik, yaitu sebagaimana gambar 1 berikut ini :








GAMBAR 2.2

SEGITIGA KESEIMBANGAN DALAM KUALITAS PELAYANAN
(The Triangle of Balance in Service Quality)

BAGIAN ANTAR PRIBADI
YANG MELAKSANAKAN
(Inter Personal Component)
           BAGIAN PROSES & LINGKUNGAN             BAGIAN PROFESIONAL & TEKNIK                                                                      
               YANG MEMPENGARUHI                                 YANG DIPERGUNAKAN
        (Process/Environment Component)                     (Professional/Technical Component)

Dari gambar diatas menjelaskan bahwa dalam melihat tinggi rendahnya kualitas pelayanan publik perlu diperhatikan adanya keseimbangan antara :
1.                Bagian antar pribadi yang melaksanakan (Inter Personal Component);
2.                Bagian proses dan lingkungan yang mempengaruhi (Process and
              Environment Component);
3.                Bagian profesional dan teknik yang dipergunakan                                                           (Professional and Technical Component).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka kualitas dapat diberi pengertian sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk (barang dan/atau jasa) yang menunjang kemampuan dalam memenuhi kebutuhan. Kualitas sering kali diartikan sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau sesuai dengan persyaratan atau kebutuhan.
2.1.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik
Berdasarkan segitiga keseimbangan dalam kualitas pelayanan (gambar 2.2) dan keseluruhan uraian konsep dan teori sebelumnya, maka dalam penulisan tesis ini penulis mencoba mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik yang antara lain disebabkan oleh :
1.                Struktur organisasi;
2.                Kemampuan aparat;
3.                Sistem pelayanan.
Selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.      Struktur Organisasi
Menurut Anderson (1972 : 31), struktur adalah susunan berupa kerangka yang memberikan bentuk dan wujud, dengan demikian akan terlihat prosedur kerjanya. Dalam organisasi pemerintahan, prosedur merupakan sesuatu rangkaian tindakan yang ditetapkan lebih dulu, yang harus dilalui untuk mengerjakan sesuatu tugas.
Sementara itu dalam konsep lain dikatakan bahwa struktur organisasi juga dapat diartikan sebagai suatu hubungan karakteristik-karakteristik, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi di dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial atau nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijaksanaan (Van Meter dan Van Horn dalam Winarno 1997 ; 27). Pengertian ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Robbins (1995 ; 135) bahwa “struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa, mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti”.
 Lebih jauh Robbins mengatakan bahwa struktur organisasi mempunyai tiga komponen, yaitu : kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi. Kompleksitas berarti dalam struktur orgaisasi mempertimbangkan tingkat differensiasi yang ada dalam organisasi termasuk di dalamnya tingkat spesialisasi atau pembagian kerja, jumlah tingkatan dalam organisasi serta tingkat sejauh mana unit-unit organisasi tersebar secara geografis. Formalisasi berarti dalam struktur organisasi memuat tentang tata cara atau prosedur bagaimana suatu kegiatan itu dilaksanakan (Standard Operating Prosedures), apa yang boleh dan tidak dapat dilakukan. Sentralisasi berarti dalam struktur organisasi memuattentang kewenangan pengambilan keputusan, apakah disentralisasi atau didesentralisasi.
Berdasarkan pengertian dan fungsi struktur organisasi tersebut menunjukkan bahwa struktur organisasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu organisasi, sehingga dengan demikian struktur organisasi juga sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan.
Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas, apabila komponen-komponen struktur organisasi yang mendukung disusun dengan baik antara pembagian kerja atau spesialisasi  disusun sesuai dengan kebutuhan, dapat saling menunjang, jelas wewenang tugas dan tanggung jawabnya, tidak tumpang tindih, sebaran dan tingkatan dalam organisasi memungkinkan dilakukannya pengawasan yang efektif, struktur organisasi desentralisasi memungkinkan untuk diadakannya penyesesuaian atau fleksibel, letak pengambilan keputusan disusun dengan mempertimbangkan untuk rugi dari sistem sentralisasi dan desentralisasi, antara lain sentralisasi yang berlebihan bisa menimbulkan ketidakluwesan dan mengurangi semangat pelaksana dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan desentralisasi yang berlebihan bisa menyulitkan dalam kegiatan pengawasan dan koordinasi.
Untuk struktur organisasi perlu diperhatikan apakah ada petugas pelayanan yang mapan, apakah ada pengecekkan penerimaan atau penolakkan syarat-syarat pelayanan, kerja yang terus-menerus berkesinambungan, apakah ada manajemen yang komitmen, struktur yang cocok dengan situasi dan kondisi dan apakah ada sumberdaya yang mapan.
Dalam pengendalian pelayanan perlu prosedur yang runtut yaitu antara lain penentuan ukuran, identifikasi, pemeliharaan catatan untuk inspeksi dan peralatan uji, penilaian, penjaminan dan perlindungan (Gaspersz, 1994 : 67).
Oleh karena itu struktur organisasi yang demikian  akan berpengaruh positif terhadap pencapaian kualitas pelayanan. Akan tetapi, apabila struktur organisasi tidak disusun dengan baik maka akan dapat menghambat kualitas pelayanan publik yang baik.
Berdasarkan uraian tentang struktur organisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian tentang kualitas pelayanan publik ini adalah :
1.                Tingkat pembagian tugas pokok dan fungsi;
2.                Kejelasan pelaksanaan tugas antar instansi;
3.                Tingkat hubungan antara atasan dan bawahan.

b.      Kemampuan Aparat
Siapa yang disebut aparatur pemerintah, adalah kumpulan manusia yang mengabdi pada kepentingan negara dan pemerintahan dan  berkedudukan sebagai pegawai negeri (Tayibnapsis, 1993 : 23), sedangkan menurut Moerdiono (1988 : 14) mengatakan “aparatur pemerintah adalah seluruh jajaran pelaksana pemerintah yang memperoleh kewenangannya berdasarkan pendelegasian dari Presiden Republik Indonesia”.  
Dengan kata lain aparatur negara atau aparatur adalah para pelaksana kegiatan dan proses penyelenggaraan pemerintahan negara, baik yang bekerja di dalam tiga badan eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun mereka yang sebagai TNI dan pegawai negeri sipil pusat dan daerah yang ditetapkan dengan peraturan peraturan pemerintah.
Dari aparat negara dan atau aparatur pemerintah, diharapkan atau dituntut adanya kemampuan baik berupa pengetahuan, keterampilan serta sikap perilaku yang memadai, sesuai dengan tuntutan pelayanan dan pembangunan sekarang ini (Handayaningrat, 1986 : 75). Sementara itu, konsep lain mendefinisikan kemampuan atau ability sebagai sifat yang dibawa lahir atau dipelajari yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu yang bersifat mental atau fisik (Bibson, 1991 : 39), sedangkan skill atau keterampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas (Soetopo, 1999 : 56).
Berkaitan dalam hal kualitas pelayanan publik, maka kemampuan aparat sangat berperan penting dalam hal ikut  menentukan kualitas pelayanan publik tersebut. Untuk itu indikator-indikator dalam kemampuan aparat adalah sebagai berukut :
1.                Tingkat pendidikan aparat;
2.                Kemampuan penyelesaian pekerjaan sesuai jadwal;
3.                Kemampuan melakukan kerja sama;
4.                Kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dialami organisasi;
5.                Kemampuan dalam menyusun rencana kegiatan;
6.                Kecepatan dalam melaksanakan tugas;
7.                Tingkat kreativitas mencari tata kerja yang terbaik;
8.                Tingkat kemampuan dalam memberikan pertanggungjawaban kepada atasan;
9.                Tingkat keikutsertaan dalam pelatihan/kursus yang berhubungan dengan bidang tugasnya.

c.      Sistem Pelayanan
Secara definisi sistem adalah suatu jaringan yang berhubungan satu sama lain menurut skema atau pola yang bulat untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama dalam suatu usaha atau urusan (Prajudi, 1992 : 21), bisa juga diartikan sebagai suatu kebulatan dari keseluruhan yang kompleks teroganisisr, berupa suatu himpunan perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan dari keseluruhan yang utuh (Pamudji, 1981 : 14).
Untuk sistem pelayanan perlu diperhatikan apakah ada pedoman pelayanan, syarat pelayanan yang jelas, batas waktu, biaya atau tarif, prosedur, buku panduan, media informasi terpadu saling menghargai dari masing-masing unit terkait atau unit terkait dengan masyarakat yang membutuhkan pelayanan itu sendiri.
Dengan demikian sistem pelayanan adalah kesatuan yang utuh dari suatu rangkaian pelayann yang saling terkait, bagian atau anak cabang dari suatu sistem pelayanan terganggu maka akan menganggu pula keseluruhan palayanan itu sendiri. Dalam hal ini apabila salah satu unsur pelayanan sepertinggi mahalnya biaya, kualitasnya rendah atau lamanya waktu pengurusan maka akan merusak citra pelayanan di suatu tempat.
Beradasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini maka indikator-indikator sistem pelayanan yang menetukan  kualitas pelayanan publik adalah :
1.                Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan berkait dengan lokasi tempat pelayanan;
2.                Kejelasan informasi tentang pelayanan yang diberikan;
3.                Perlindungan terhadap dampak hasil pelayanan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam menentukan kualitas pelayanan publik sangat dipengaruhi oleh faktor struktur organisasi, kemampuan aparat dan sistem pelayanan. Ketiga faktor ini saling berkaitan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan dalam ikut menentukan tinggi rendahnya dan baik buruknya suatu pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Kualitas pelayanan publik mempunyai indikator ketepatan waktu, kemudahan dalam pengajuan, akurasi pelayanan yang bebas dari kesalahan dan biaya pelayanan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor struktur organisasi, kemampuan aparat dan sistem pelayanan.
Semakin baik faktor struktur organisasi, kemampuan aparat dan sistem pelayanan maka kualitas pelayanan publik akan semakin baik pula dan semakin dapat memuaskan masyarakat sebagai pengguna hasil  pelayanan.   Sehingga  kualitas  pelayanan.


2.2. Landasan Norma dan Kebijakan
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, telah disusun indeks kepuasan masyarakat sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan yang termuat dalam Keputusan Menpan Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.
Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan MenPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang ”relevan, valid dan reliabel” (2004:9), sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut :
1.            Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan ;
2.            Prasyarat pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanan ;
3.            Kejelasan petugas pelayanan; yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggungjawabnya);
4.            Kedisiplinan petugas pelayanan; yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku ;
5.            Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan ;
6.            Kemampuan  petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaiakan pelayanan kepada masyarakat;
7.            Kecepatan pelayanan, yaitu terget waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan ;
8.            Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golonga/status masyarakat yang dilayani ;
9.            Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas  dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sexcara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati ;
10.         Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;
11.         Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan ;
12.         Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan ;
13.         Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan ;
14.         Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan tarhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.






























BAB III
METODE  PENELITIAN


3.1.   Metode Penelitian
Didalam menjelaskan dan mengembangkan serta menguji kebenaran  suatu pengetahuan dengan cara ilmiah maka digunakan metodologi penelitian. Metodologi penelitian merupakan suatu kajian yang berkenaan dengan metode-metode yang dipakai dalam suatu proses kegiatan penelitian. Merujuk pada makna etimologis, Rusidi (2002:1) membatasi pada pemikiran bahwa:
“Kata metode yang dapat diartikan sebagai cara berpikir dan cara melaksanakan hasil berpikir (teknik) guna melakukan suatu pekerjaan secara lebih baik dalam mencapai tujuannya (secara efektif). Sedangkan kata penelitian diartikan sebagai suatu upaya yang bermaksud mencari jawaban yang benar terhadap suatu realita yang dipikirkan (dipermasalahkan) dengan menggunakan metode-metode tertentu atau cara berpikir atau teknik tertentu menurut prosedur sistematis, yang bertujuan menemukan, mengembangkan dan atau menerapkan pengetahuan, ilmu dan teknologi, yang berguna baik bagi aspek keilmuan maupun bagi aspek guna laksana atau praktis”.
Berpijak dari pemikiran di atas penelitian merupakan suatu proses dari kegiatan ilmiah yang pada hakekatnya berawal dari minat untuk mengetahui suatu gejala tertentu. Selanjutnya berhubungan dan berkembang menjadi gagasan, melalui pengkolaborasian pemikiran Sugiyono (2002:2) dengan Hadi (2001:4) maka penelitian/research berdasarkan tujuannya dapat didefinisikan “sebagai usaha untuk menemukan (penelitian murni), mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan maupun teori (penelitian terapan), usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah”.
Berpijak kepada dalil-dalil di atas dan memperhatikan uraian fokus penelitian maupun tujuan penelitian di bab terdahulu, maka tujuan penelitian ini lebih bersifat kepada penelitian terapan. Di mana penelitian ini mengutamakan kepada upaya untuk mengetahui Kualitas Pelayanan di Desa Sungai Mengkuang. Penganalisisan yang bertujuan untuk mengetahui kualitas pelayanan tersebut dilakukan melalui pendekatan fenomena fakta empirik dengan menggunakan dan berpijak atau mendekatkan permasalahan fokus penelitian ini kepada teori-teori atau dalil-dalil yang berkaitan dengan fokus permasalahan penelitian sebagai pijakan dan pegagangan atau postulat (rel) dalam penelitian ini. Konseptualisasi terhadap pengetahuan dan teori tersebut pada akhirnya menentukan metode penelitian yang sesuai atau sering juga diawali dengan penetapan desain penelitian.
Desain penelitian menurut Arikunto (2002:44), “adalah rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti sebagai ancar-ancar kegiatan yang dilaksanakan”. Atau dengan kata lain “desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan dan cara menganalisis data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta sesuai dengan tujuan penelitian” (Nazir, 1999:99). Memperhatikan informasi teoritik ahli tersebut serta mengingat tujuan penelitian terapan ini untuk mengetahui secara deskriptif atas fenomena fakta empirik dari fokus permasalahan yang diteliti dengan menekankan pada prinsip penjajakan yang proporsional dan representatif yang berimbang, maka penelitian ini menggunakan desain analisis pendekatan verifikatif survey method dengan tingkat ekplanasi deskriptif. Penelitian survey dapat dipergunakan untuk berbagai macam maksud, diantaranya untuk penjajakan, evaluasi penelitian operasional dan sebagai pengembangan indikator-indikator sosial. Hal ini sesuai dengan pendapat Singarimbun dan Effendi (1989:4) yang menyatakan: “Penelitian survey dapat dipergunakan untuk maksud (1) penjajakan explorative (2) Deskriptif (3) Penjelasan (explanatory atau confirmatory) yakni untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis (4) Evaluasi (5) Prediksi atau meramalkan masa yang akan datang (6) Penelitian operasional (7) Pengembangan indikator sosial”
Kejelasan pemahaman metode pendekatan survey dalam penelitian ini dapat bersandar pada batasan yang digariskan Kerlinger (dalam Sugiyono, 2002:3) bahwa “penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distributif, dan hubungan-hubungan antar variabel, sosiologis maupun psikologis”.
Menggunakan metode penelitian survey deskriptif, maka jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan induktif. Dimana untuk mencapai pemahaman dan kebenaran makna berdasarkan fakta empirik tentang kenyataan/masalah-masalah aktual yang sebenarnya berada di lokasi penelitian kemudian dilakukan penelaahan agar dapat diperoleh gambaran yang jelas serta sistematis dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi. Sebagaimana dikemukakan Rusidi (2002:18) bahwa “penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bermaksud menggambarkan (mendeskripsi) fenomena empirik yang disertai penafsiran-penafsirannya, dengan tujuan memperoleh gambaran setepat realitanya atau sering juga disebut dengan penelitian a posteriori”. Ini sejalan dengan pendapat yang dikemukanan oleh Mochtar (2000:199) bahwa “penelitian deskriptif ingin mendapatkan gambaran atau penjelasan (description) secara tepat tentang situasi, gejala, fenomena, karakteristik baik dari individu atau kelompok tertentu yang ditelitinya sebagaimana adanya”.
Pemilihan disain penelitian deskripsi kualitatif dengan pendekatan induktif di dasari pendapat Falstead (dalam Chadwick, dkk, 1991:41) berpendapat bahwa “peneliti harus menggunakan metode yang sesuai dengan topik yang dikaji, dan bahwa alat pengukur yang rumit menjadi tujuan akhir dan karena itu menjadi kendala untuk mengetahui pengetahuan, dan bukannya alat antara meningkatkan pemahaman”. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2002:3) memberikan batasan yang tidak jauh berbeda, dimana “metode kualitatif merupakan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam hal ini individu atau organisasi tidak boleh diisolasi dalam variabel hipotesis tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu kebutuhan”.
Penelitian deskriptif ini selanjutnya dilakukan dengan pendekatan induktif, di mana analisis penelitian ini dilakukan pada lokus yang spesifik di Kecamatan Sanga-Sanga. Sebagaimana Azwar (1998:40) memberikan pengertian pendekatan induktif sebagai “proses logika yang berangkat dari data empirik lewat observasi menuju kepada suatu teori. Dengan kata lain, induksi adalah proses mengorganisasikan fakta-fakta atau hasil-hasil pengamat yang terpisah-pisah menjadi suatu rangkaian hubungan atau suatu generalisasi”. Hal diperkuat oleh Mardalis juga berpendapat bahwa pendekatan induktif (1990:21) merupakan:
”Cara berpikir induktif berpijak pada fakta-fakta yang bersifat khusus kemudian di teliti dan akhirnya ditemui pemecahan persoalan yang bersifat umum, induksi merupakan cara berpikir yang menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual, penarikan kesimpulan secara induktif dimulai dengan menyatukan pernyataan-pernyataan yang bersifat umum”.
3.2. Populasi dan Sampel
3.2.1. Populasi
Menurut Singarimbun dan Effendi (1989 : 155), bahwa “populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan  diduga”. Berdasarkan pengertian ini, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan anggota masyarakat Desa Sungai Mengkuang sepanjang pelayanan tahun 2005.  Adapun jumlah populasi itu sebagaimana tabel di bawah ini :



TABEL 3.1

JUMLAH PENDUDUK DESA SUNGAI MENGKUANG TAHUN 2005

NO.
NAMA DUSUN
JUMLAH PELAYANAN KTP
1
2
3
1.
Madani
1.165

2.
Senamat
1.255

3.
Sungai Beringin
1.198


Jumlah
3.618

Sumber : Kantor Desa Sungai Mengkuang Tahun 2005
Dan seluruh perangkat desa pada Kantor Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah, yang berjumlah 15 orang.
3.2.2. Sampel
Menurut Sujana dalam Nawawi (2001 : 144), sampel adalah “Sebagian yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu”. Berdasarkan definisi tersebut dan mengingat jumlah populasi dalam penelitian ini cukup besar, serta keterbatasan penulis baik dari segi dana dan waktu, maka penelitian ini hanya menggunakan penelitian sampel. Penetapan sampel dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sampel dari masyarakat dan pegawai Kecamatan Sanga-Sanga, dimana penarikan sampelnya sebagai berikut :
a.        Sampel Masyarakat
Dalam menentukan besarnya ukuran sampel untuk masyarakat yang berjumlah 3.618 orang, dengan menggunakan rumus penarikan sample oleh Frankk Lynch dalam Fred N. Kellinger dan Elazar J. Pedhazur (1983 : 199) sebagai berikut :

         NZ2. P (1-P)
n =
         Nd2 + Z2 .P (1-P)     
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
Z = Nilai normal variabel (1,96) untuk tingkat kepercayaan (0,95)
P = Harga patokan terbatas (0,50)
d = Sampel error (0,10)

           3.618. (1,96)2. 050 (1-0,50)
n =
           3.618 (0,10)2 + (1,96)2 . 0,50 (0,50)   
          3.618 . (3,8416). 050 .0,50
n =
          3.618 (0,01) + (3,8416) . 0,50 (0,50) 
          13898,9088 . 0,25
   =
          36,18 + 0,9604
          3474,7272
  =
          37,1404
  = 93,56 (dibulatkan)
  = 94 (orang responden).
Dengan demikian, jumlah anggota masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 94 orang. Dan untuk menentukan jumlah sampel kelompok masyarakat per Dusun, digunakan rumus Nazir (1988 : 365) :


Keterangan:
ni         = Ukuran sampel untuk masing-masing kelompok
Ni        = Ukuran besarnya populasi pada masing-masing kelompok
N         = Jumlah populasi
n          = Besarnya ukuran sampel.

§ Dusun Madani

=
   1.165
 ----------  x  94
   3.618

=      30  orang


§ Dusun Senamat


=

 
   1.255
 ----------  x  94
   3.618


=      33   orang






§ Dusun Sungai Beringin

=
  1.198
 ----------  x  94
  3.618

=      31   orang

b.        Sampel Pegawai
Untuk menentukan sampel untuk perangkat Desa Sungai Mengkuang yang terlibat dalam kegiatan pelayanan, penulis menggunakan tehnik sensus sampling atau sampel jenuh, berhubung yang akan diteliti adalah perangkat Desa Sungai Mengkuang yang berjumlah 15 orang. Menurut Sugiyono (1997 : 62) “sampel jenuh adalah tehnik penentuan sampel apabila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang”. sehingga besarnya ukuran sampel untuk Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Kecamatan Sangasanga sebanyak 23 orang terdiri :
Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 94  + 15 orang = 109 orang.
3.3.   Variabel Penelitian
Menurut Moh. Nasir (1988:149) Variabel adalah konsep yang mempunyai macam-macam nilai. Sedangkan Prof. Drs. Sutrisno Hadi dalam Arikunto (1998:97) mengatakan bahwa “Variabel sebagai gejala atau objek penelitian yang bervariasi”.
Berdasarkan pendapat tersebut, yang menjadi variabel dalam penelitian ini yaitu Kualitas Pelayanan di Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah . Selanjutnya untuk  memudahkan dalam menganalisis variabel penelitian yang digunakan, maka variabel tersebut dioperasionalisasikan sebagaimana dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

TABEL 3.2
 VARIABEL PENELITIAN
VARIABEL
DIMENSI
INDIKATOR
1
2
3
Kualitas Pelayanan di Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah
Keandalan
a.      Kecepatan waktu saat pelayanan
b.      Kesiapan petugas saat diperlukan
c.      Konsekuen dengan jadwal pelayanan
d.      Ketepatan waktu dalam menyelesaikan
Ketanggapan
a.     Cepat tanggap terhadap permohonan masyarakat
b.     Cepat dan tanggap terhadap keluhan masyarakat
c.     Cepat dan tanggap terhadap masalah masyarakat
Keyakinan


a.     Keramahan dan kesopanan petugas pelayanan
b.     Pelayanan yang menyeluruh dan tuntas
c.     Bertanggung jawab terhadap setiap keluhan masyarakat
d.     Mampu memberikan solusi terhadap masalah masyarakat
Empatii
a.      Berkomunikasi baik dengan masyarakat
b.     Kepedulian kepada masalah masyarakat
c.      Berpenampilan menarik
d.     Sikap karyawan yang  mudah dihubungi
Berwujud

a.       Akses informasi yang memadai
b.      Ruang kantor yang    menyenangkan
c.       Penggunaan sarana yang sama kepada setiap masyarakat
d.      Mutu layanan yang diterima
e.       Pemberian petunjuk yang jelas
3.4. Sumber Data Dan Teknik Pengumpulan
3.4.1.  Sumber Data
Menurut Arikunto (1998:114) bahwa : “Sumber data dalam penelitian adalah subyek darimana data dapat diperoleh”. Apabila peneliti menggunakan kuisioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik tertulis maupun lisan.
Sumber data dalam penelitian, baik data primer maupun data sekunder merupakan objek dari data yang diperoleh, atau subjek dimana data melekat.
Sumber data adalah subjek dimana data dapat diperoleh untuk mempermudah dalam pengklarifikasian data, maka sumber data dapat diindetifikasi menjadi 3 macam yang lebih dikenal dengan 3P, menurut Arikunto (1998 : 114) yaitu :
a.                Person,  yaitu sumber data yang bisa memberikan data yang berupa jawaban lisan, atau jawaban yang tertulis melalui angket/quisioner.
b.                Place,          yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak.
c.                Paper,         yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar, atau simbol-simbol lain.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data seperti yang dimaksud oleh Suharsimi Arikunto yaitu Person atau orang yang diminta keterangan mengenai penelitian, Place atau tempat berupa Sarana dan Prasarana, Paper atau sumber data berupa simbol, gambaran dari Sistem  Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan Desa. Jenis  data  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  berasal dari 2 (dua) sumber utama yaitu :
a.                Data primer, yaitu keseluruhan data hasil penelitian yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara.
b.                Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait dan studi dokumentasi serta literatur-literatur, terutama yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.
3.4.2. Tehnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yaitu usaha yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi-informasi yang berhubungan erat dengan masalah yang sedang diteliti untuk memperoleh data yang diperlukan sehingga data yang diperoleh bersifat valid (menggambarkan yang sebenarnya), reliable (dapat dipercaya), dan objektif (sesuai dengan kenyataan). Menurut Nazir (1998 : 22) : “Pengumpulan Data merupakan suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian“. Dalam arti pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.
Penulis memperoleh data-data yang sesuai dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan maka dalam penelitian ini melakukan pengumpulan data dengan cara studi lapangan (field research) yaitu cara pengumpulan data dengan mendatangi langsung obyek lokasi penelitian cara ini  meliputi :
1.      Observasi
Menurut Nazir (1998 : 212), bahwa : “Pengumpulan data dengan teknik observasi adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata dengan tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut“.  Maka dengan demikian teknik ini digunakan dengan cara terjun langsung ke lokasi penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Observasi Partisipasi yaitu peneliti atau observer terlibat langsung dengan secara aktif dalam objek yang diteliti. Jadi observasi dilaksanakan untuk mengetahui keadaan lapangan yang sebenarnya yang berhubungan dengan permasalahan yang telah dirumuskan. Dalam penelitian hal-hal yang diobservasi adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan di Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah.
2.       Dokumentasi
Menurut Arikunto (1998 : 236) bahwa :”Teknik dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, surat kabar, legger, agenda, dan sebagainya ”.. Oleh karena itu penulis dalam menggunakan teknik dokumentasi mengumpulkan data dari sumber yang berkaitan dengan tujuan penelitian.
3.     Wawancara
Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung (Husaini Usman dan Purnomo Setiady, 2001 : 59). Metode wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh keterangan, informasi atau penjelasan-penjelasan dari subyek penelitian tentang masalah yang diungkap peneliti dan menjadi data pelengkap terhadap kuesioner penelitian.
3.5. Teknik Analisis Data
Penelitian diadakan dengan tujuan pokok adalah menjawab pertanyaan peneliti untuk mengungkapkan fenomena sosial atau cara untuk mencapai tujuan pokok itu adalah dengan mengadakan analisis data terhadap data yang diperoleh.
Penulis dalam penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data yang didapat dilapangan kemudian dituangkan dalam bentuk laporan dan uraian.
Analisis data dalam peneltian kualitatif harus dimulai sejak awal. Data yang diperoleh di lapangan harus segera dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis. Menurut Nasution (1996 : 129) bahwa : “langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis suatu data, (1) Reduksi data, (2) Display data, (3) Menyimpulkan dan verifikasi “.
Berdasarkan Nasution tersebut maka penulis menggunakan langkah-langkah untuk menganalisis data sebagai berikut :
1.            Mereduksi data
Data yang diperoleh dalam penelitian tersebut ditulis atau diketik dalam bentuk uraian yang terperinci. Laporan-laporan tersebut direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya, jadi laporan lapangan sebagai bahan mentah di susun secara sistematis sehingga lebih mudah dikendalikan. Data yang direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti untuk mencari data yang diperlukan.
2.    Display data (Tampilan Data)
Pada tahap ini peneliti menyajikan data-data yang telah direduksi ke dalam laporan yang sistimatis. Data disajikan dalam bentuk narasi berupa informasi mengenai hal yang berkaitan dengan motivasi pegawai dalam meningkatkan kualitas pelayanan. Penyajian tersebut  dilaksanakan setelah data dikumpulkan, maka diperlukan pengolahan atau analisis data, agar bisa dijadikan informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Menurut Nazir (1998 : 405)   bahwa :
”Penulis mencari makna data yang dikumpulkannya. Untuk itu peneliti mencari pola, tema, persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan lain sebagainya. Jadi data yang diperoleh, sejak mulanya diambil kesimpulan itu mula-mula masih relatif, kabur, diragukan, akan tetapi dengan bertambahnya data, kesimpulan itu menjadi lebih tepat dalam pemecahan dan penyelesaian cara bertindak” .          

Analisis data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu :
1)                Untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan di Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo tengah, digunakan analisis dengan tehnik Importance Performance Analysis (Tehnik Analisis Tingkat harapan dan Kinerja/Kepuasan Pelanggan) yang dikemukakan oleh John A. Martila dan John James (dalam Supranto, 1997 : 239-242), yang cara analisis datanya sebagai berikut :
a.    Tetapkan alternatif jawaban responden dalam kuesioner diberikan bobot sebagai berikut :
·         Jawaban sangat penting/baik diberikan bobot 5
·         Jawaban penting/baik diberikan bobot 4
·         Jawaban cukup penting/baik diberikan bobot 3
·         Jawaban kurang penting/baik  diberikan bobot 2
·         Jawaban tidak penting/baik diberikan bobot 1
b.    Selanjutnya penilaian terhadap hasil pelaksanaan pelayanan /kinerja diberi bobot sebagai berikut :
·         Jawaban sangat baik diberi bobot 5, berarti pelanggan sangat puas  
·         Jawaban baik diberi bobot 4, berarti pelanggan puas
·         Jawaban cukup baik diberi bobot 3, berarti pelanggan cukup puas
·         Jawaban kurang baik diberi bobot 2, berarti pelanggan kurang puas
·         Jawaban tidak baik diberi bobot 1, berarti pelanggan tidak puas
c.Menentukan tingkat harapan, dengan rumus :
Yi = ( f )x b
Keterangan :
Yi  = Tingkat harapan
f    = Frekuensi jawaban responden
b   = bobot
d.    Menentukan tingkat kinerja, dengan rumus :
Xi =  (f) x b
Keterangan :
Xi = Tingkat kinerja
f = Frekuensi jawaban responden
b = bobot
e.    Tentukan tingkat kesesuaian setelah mengetahui tingkat harapan dan kinerja pelayanan publik, dengan menggunakan rumus :



Xi
Tki = ------------------ x 100 %
Yi





Keterangan :
Tki   =   Tingkat kesesuaian
Xi     =   Skor penilaian tingkat kinerja
Yi     =   Skor penilaian tingkat harapan
Perhitungan tingkat kesesuaian ini disamping akan menunjukkan tingkat kepuasan pelanggan terhadap berbagai indikator Kualitas Pelayanan Publik, juga akan menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.
d..    Kategorisasi untuk mengetahui tingkat kepuasan terhadap pelayanan publik,seperti pada tabel di bawah ini :
TABEL 3.3

KATEGORISASI  TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN

Tingkat Kesesuaian
Keterangan
00 – 20
21 – 40
41 – 60
61 – 80
81 – 100
Tidak puas
Kurang Puas
Cukup Puas
Puas
Sangat Puas

e.    Menentukan skor kategori tingkat kepuasaan dalam indikator kualitas pelayanan, dengan rumus,
                                       ∑ Tk
                      Skor  =  
                                        n
 
Keterangan :
Tk   : Tingkat Kesesuaian
n     : Jumlah item pertanyaan (gejala)

3.                Mengambil Kesimpulan dan verifikasi
Data yang telah diproses dengan langkah-langkah seperti di atas, kemudian ditarik kesimpulan secara kritis dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan induktif yang berangkat dari hal-hal khusus unuk memperoleh kesimpulan umum yang obyektif. Kesimpulan tersebut kemudian diverifikasi dengan cara melihat kembali pada reduksi dan display data sehingga kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari permasalahan penelitian.
3.6.    Tempat dan Waktu Penelitian
3.6.1.  Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo.
3.6.2.   Waktu Penelitian
Waktu penelitian yang akan digunakan dimulai pada bulan Desember 2006 sampai dengan Januari 2007, dengan jadwal penelitian sebagai berikut :
TABEL 3.2

JADWAL PENELITIAN

No.
Jenis Kegiatan
2006
2007

12

1

2

3

4

5

6

7
1.
Persiapan, Bimbingan
Proposal









2.
Penelitian









3.
Penyusunan dan Konsultasi Laporan Akhir








4.
Ujian dan Revisi Laporan Akhir








Sumber : Kalender Akademik IPDN T.A. 2006/2007
Keterangan :
            Pelaksanaan Kegiatan























8 komentar:

  1. sangat bermanfaat . .
    saya boleh minta Word serta Daftar Pustaka nya mas?
    buat penulisan penelitian saya (dlokasi Jogya) . .
    klo boleh kirim k h4ris_a9us@yahoo.com
    makasih . .

    BalasHapus
  2. sangat komplit dan terstruktur penulisannya.
    saya bisa minta word dan daftar pustakanya mas? saya mau jadikan penelitian terdahulu di penelitian saya (lokasinya di Aceh). kalau bisa mas kirim ke email saya ya adilasari95@gmail.com . terimakasih sebelumnya mas :)

    BalasHapus
  3. ngan yo mintak artikel ko bang..
    ngan urang tanah periuk,, hahaha

    BalasHapus
  4. saya boleh minta world sama daftar pustaka nya mas? buat penelitian sya di kalbar.kalau boleh kirim ke email sya mas yadedysaputra@gmail.com terimakasih :))))

    BalasHapus
  5. bisa minta word ny nda mas, untuk mnjadi kn penelitian trdahlu,, bisa kirim lewat email saya rizkitayur22@gmail.com

    BalasHapus
  6. saya bisa minta word dan daftar pustakanya mas? saya mau jadikan penelitian terdahulu di penelitian saya (lokasinya di riau, bengkalis). kalau bisa mas kirim ke email saya ya lhucaz1@gmail.com . terimakasih sebelumnya mas

    BalasHapus
  7. saya bisa minta word dan daftar pustakanya mas? saya mau jadikan penelitian terdahulu di penelitian saya (lokasinya di riau, bengkalis). kalau bisa mas kirim ke email saya ya lhucaz1@gmail.com . terimakasih sebelumnya mas

    BalasHapus
  8. saya bisa minta word dan daftar pustakanya mas? saya mau jadikan penelitian terdahulu di penelitian saya (lokasinya di riau, bengkalis). kalau bisa mas kirim ke email saya ya lhucaz1@gmail.com . terimakasih sebelumnya mas

    BalasHapus

 

putra andesland Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template